Minggu, 21 Desember 2008


MY LeGeND

Laki-laki paling tangguh yang aku kenal selama ini adalah dirinya. Ya...dialah bapaku tercinta, alm.Bp.Udin Ghozally. Seorang laki-laki sederhana yang memiliki kakayaan batin tak ternilai. Bersama dirinya aku banyak belajar mengenai arti hidup. Meski kini beliau sudah tak lagi bersamaku namun segala petuah dan penghayatan hidupnya masih tertanam di hatiku.
Bapakku tercinta, tak pernah aku bayangkan sebelumnya Sang Gusti akan mengambilnya secepat itu, saat aku belumlah bisa membahagiakannya. Namun aku yakin di sana bapakku bisa tersenyum mengingat aku masih bisa menjaga diri dalam langkah-langkah perlindungan-Nya. Amin...Ada doa dariku


Dialah wanita yang begitu tangguh. Dia yang melahirkanku, dia yang menjagaku dan dia pula yang mengajariku tentang banyak hal. Ibu Nafsiyah, yang kini tak lagi berdampingan dengan Laki-Laki perkasa itu, meski begitu aku yakin cinta mereka sangatlah besar hingga tak akan lapuk dimakan zaman. Begitu banyak kisah hidup yang harus dialami dengan beragam tantangannya, namun wanita yang kini sudah berusia 62 tahun ini begitu tangguh menghadapinya. Tak pernah rasanya aku mendengar sedikitpun keluhan yang keluar dari bibirnya.
Kekuatan yang dia miliki adalah sebuah ketangguhan bagi kami, anak-anaknya untuk menjadi wanita-wanita tangguh di kemudain hari. Wanita inilah yang memperkenalkan betapa beratnya ujian dalam hidup ini.
Semoga wanita tangguh ini tetap tangguh dalam tarian alam, semoga sehat dan Allah senantiasa memberikan kebaikan kepada kita semua.
I Love U, Mam!


Kamis, 16 Oktober 2008

SeJeNGkAL KisaH

Masa kecil bagiku adalah masa terindah yang tak akan mungkin aku lupa begitu saja. Masa itu bagaikan aku dengan nafasku. Aku ada hingga sekarang karena keberadaan masa kecilku dulu. Wow...rasanya ada debar aneh yang menggerayangi dada saat aku menuliskan kalimat ini.
Betapa tidak! Bayangan aku saat dulu masih berada dalam kebersamaan bersama orang yang aku cintai sampai kapanpun.
Banjar, begitu nama sebuah kota madya di Jawa Barat tepatnya tak jauh dari Tasik, juga Ciamis dan dekat dengan kota wisata, Pangandaran, tempat aku bersama orang tua, kakak dan adikku tinggal. Sebuah kota yang cukup melankolis karena mampu membuat siapa pun kembali datang setelah menginjakkan kakinya di sana.
Rumah kami cukup besar namun penuh kesederhanaan. Di sana setiap malam saat kami masih terlalu dini membicarakan tentang kehidupan selalu terdengar nyanyian atau tembang Jawa yang diselingi dengan dongeng menjelang tidur. Aku masih ingat dulu betapa dengan semangatnya kami berebut bantal hanya karena ingin tidur berdekatan dengan bapak atau ibuku. Saat dongeng yang diaparkan begitu menyentuh hati, sang pendongeng pun akan mampu membuat hati dan jiwa kami tersentuh. Sebaliknya saat dongeng mengisahkan hal yang menakutkan kamipun akan berlomba bersembunyi dibalik bantal atau mendekap erat tubuh si pendongeng.
Ya...di rumah itulah tertanam sejuta kenangan. Sedih, tawa, gembira, persaudaraan, pertengkaran hingga air mata menjadi saksi atas tumbuhnya kami menjadi sekarang ini. Sayangnya rumah itu kini telah sepi. Satu persatu penghuninya pergi. Bapaku tercinta telah menghadap sang Illahi, kakakku telah juga meniti kehidupannya bersama keluarga yang dicintainya. Adikku satu persatu pun melangkah memacu jati dirinya di lain kota, termasuk aku. Namun kekuatan cinta yang kami miliki mampu membuat kami kembali lagi untuk sekedar mengenang kisah lalu atau menciptakan kenangan baru.
Sebagai persembahan atas cinta yang aku rasakan, aku berharap foto-foto ini bisa membuat cinta dan persaudaraan kita makin erat dan kuat.